Rektor IPB University: Lansia Terapkan Growth Mindset Dalam Kehidupan

Rektor IPB University: Lansia Terapkan Growth Mindset Dalam Kehidupan

Smallest Font
Largest Font

Jurnalcakrawala.com

Walau sudah tua, kita masih bisa tetap berjiwa muda, berpikir masa depan dan terus berpikir ke arah perubahan. Mengapa seperti itu, karena dunia semakin berkembang dan semakin banyak perubahan-perubahan. Kalau kita tidak memikirkan ke arah sana, itu artinya kita masih menerapkan fixed mindset dimana kita pasti akan tertinggal jaman. Mulailah untuk menerapkan growth mindset dalam kehidupan. Growth mindset ini artinya orang yang memahami dan percaya bahwa kita bisa terus menerus berkembang dan berubah agar menjadi orang yang dapat membuat kesempatan, bukan menunggu kesempatan,” ujar Rektor IPB University, Prof Arif Satria dalam Bincang Daring Bareng Lansia (BDBL) yang diselenggarakan oleh Agrianita IPB University, akhir pekan lalu.

Dalam acara yang mengangkat tema “Investasi Otak Sehat & Produktif dan Musik untuk Terapi Lansia” ini Prof Arif menjelaskan bahwa orang dengan fixed mindset akan mendorong turunnya imun, karena selalu merasa dirinya terancam. Menurutnya, bekerja dengan hati dan passion itu bisa membuat bahagia.

“Kebahagiaan adalah bagian dari kesehatan, musik (passion) merupakan sumber kebahagiaan dan ketenangan, selain itu kebahagiaan juga bisa meningkatkan imun tubuh. Kesimpulannya pengendali diri kita ya diri kita sendiri. Kebahagiaan atau kesedihan itu berawal dari mindset kita, jadi perbanyak mindset positif agar terus bahagia,” jelasnya di depan para Lanjut Usia (Lansia) dari berbagai daerah di Indonesia.

Yuda Turana, MD, PhD selaku Neurologist hadir sebagai narasumber. Dalam penyampaiannya ia lebih menekankan kepada penyakit-penyakit yang memiliki risiko tinggi dialami oleh Lansia.
Dalam penelitiannya terkait loneliness pada Lansia selama empat tahun, 10 persen dari 800 Lansia yang diamati ternyata mengalami Alzheimer Disease. Faktornya karena double loneliness dan merasa sendiri.

“Merasa tidak punya teman itu memang lebih berisiko terkena penyakit Alzheimer dan aspek kognitif pada otak akan menurun. Meskipun olahraga dan aktivitas terjaga, tapi pikiran kita merasa sendiri dan dipendam itu berisiko terkena Alzheimer,” ujarnya.

Saat pandemi COVID-19, masyarakat dihimbau untuk melakukan isolasi sosial, yakni menjaga jarak dan membatasi kerumunan serta kegiatan-kegiatan yang banyak melakukan interaksi satu sama lain. Menurut Dokter Yuda, pembatasan ini juga menjadi salah satu faktor yang mempengaruhi kesehatan Lansia.

“Isolasi sosial menimbulkan risiko kematian sama dengan seseorang yang merokok 15 batang/hari atau pecandu rokok. Selain itu, sering mendengar atau menerima berita negatif juga akan berpengaruh karena memiliki emosi yang kuat dan lebih mudah diingat. Lalu kualitas tidur. Bukan hanya soal kuantitas, tapi kualitas. Karena jam tidur Lansia berbeda satu dan lainnya. Jadi tidur yang ideal itu sangat relatif, tidur yang baik tentulah ketika waktu malam karena kualitasnya akan jauh berbeda dengan tidur di siang hari,” jelasnya.

Pada beberapa Lansia, ada juga yang mengalami Sleep Apneu yaitu terbangun ketika ngorok saat tidur. Hal tersebut menjadi faktor risiko serangan jantung, stroke dan penyakit-penyakit lain.

Menurutnya, tak hanya faktor protektif yang perlu diperhatikan pada Lansia namun juga faktor risiko harus diperbanyak oleh para Lansia, seperti olahraga, aktivitas sosial dan aktivitas sehari-hari. Olahraga memiliki manfaat yang sangat baik dalam kesehatan, dengan olahraga kita bisa langsung menstimulasi otak, dan merangsang protein di otak. Protein di otak ini dapat memelihara pertumbuhan dan kelangsungan hidup dari sel saraf kita.

Selain olahraga aktivitas sosial pun harus dilakukan terus menerus supaya fungsi otak tidak cepat menurun. Banyak hal yang bisa menstimulasi mental Lansia, diantaranya membaca, menulis, bermain puzzle, musik dan lainnya. Musik merupakan salah satu hal yang dapat dipilih untuk menstimulasi mental atau kognitif manusia.

“Sudah banyak penelitian tentang manfaat musik untuk kesehatan, salah satunya ialah musik dan menari dapat mengurangi risiko demensia untuk Lansia yang berumur 75 tahun ke atas. Musik bukan hanya untuk mencegah, namun musik juga bisa menjadi obat. Keunggulan lain musik tak hanya menstimulasi semua bagian otak, namun juga menggerakkan sistem motorik. Kesimpulannya kita tak dapat menghentikan, namun dapat memperlambat proses penuaan. Pesan saya, tetap aktif meski di rumah dan lakukan news diet atau perbanyak berita positif dibanding berita negatif,” tuturnya.
dr H Djoko Rusmoro, MPA selaku Ketua Gerakan Nasional Lansia Peduli (GNLP) juga menyampaikan bahwa Lansia memang perlu sehat dan manfaat.

“Saya sangat bersyukur karena adanya kegiatan ini, dimana materi yang disampaikan selalu mengaitkan dengan kebermanfaatan. Materi yang disampaikan sangat baik dan membuka pengetahuan tentang pentingnya pemberdayaan otak. Inti dari kegiatan ini menurut saya, kenali dirimu dan peduli pada dirimu. Terima kasih kepada semuanya, semoga kegiatan-kegiatan selanjutnya bisa berjalan dengan baik dan tentunya memberi manfaat kepada lansia,” tuturnya.

Kegiatan ini juga menghadirkan Gilang Ramadhan, musisi dan drummer yang sempat menceritakan pengalamannya di dunia musik. Mulai dari kisah kecilnya sampai menjadi musisi profesional.

Ketua Agrianita IPB University, Retna Widayati mengatakan bahwa kegiatan ini digelar untuk memberikan manfaat bagi khalayak, terutama dalam menciptakan kebahagiaan pada lansia.(***)

Editors Team
Daisy Floren
Daisy Floren
Hera Author