Pembabatan Hutan Kini Mengarah Ke Papua, Setelah Kalimantan
Jurnalcakrawala.com
Peneliti dari Yayasan Auriga Nusantara, Dedy P Sukmara memaparkan, secara nasional angka deforestasi Indonesia diklaim turun oleh pemerintah. Namun, jika ditilik lebih dalam, ada sejumlah provinsi yang justru mengalami peningkatan, khususnya Papua dan Papua Barat
Papua dan Papua Barat saat ini patut memperoleh perhatian lebih, karena laju deforestasi yang tak terbendung. Kedua provinsi itu kehilangan 663.443 hektar hutan sepanjang 2001-2019. Rata-rata pertahun angkanya sekitar 34 ribu hektar yang musnah, dengan angka tertinggi pada 2015 mencapai 89 ribu hektar. Jika dikelompokan, 29 persen dari luasan itu hilang pada 2001-2010, sedangkan 71 persen sisanya pada 2011-2019.
Setelah hutan-hutan Sumatera dan Kalimantan berubah menjadi kebun sawit dan lahan pertambangan, laju perusakan kini mengarah ke Indonesia bagian timur.
Banyak juga perusahaan sawit yang tidak bertanggung jawab dengan meninggalkan kebun sawit yang tidak produktif. Di sisi lain, lingkungan turut rusak. Sungai yang dulu berair deras, kata Nikolas, kini kering ketika kemarau dan terjadi banjir saat hujan. Air minum untuk masyarakat juga berwarna coklat tua dan tidak layak dikonsumsi.
“Itu artinya, ada kemungkinan deforestasi turun karena di provinsi-provinsi yang sudah tidak kaya hutan itu, sudah tidak ada lagi hutan yang bisa dideforestasi. Bisa saja di provinsi-provinsi lain memang hutannya, berada di kawasan-kawasan konservasi, sisa hutan berada di kawasan-kawasan hutan lindung, yang memang secara aturan tidak bisa dikonversi,” kata Dedy.
Koalisi itu mencatat ada sepuluh provinsi kaya hutan di Indonesia, yaitu Papua, Papua Barat, Kalimantan Timur, Kalimantan Tengah, Kalimantan Barat, Kalimantan Utara, Sulawesi Tengah, Aceh, Maluku dan Maluku Utara. Dari 88 juta hektar hutan di Indonesia, 80 persen ada di sepuluh provinsi itu.
Dedy berbicara mewakili Koalisi Indonesia Memantau, yang terdiri dari 11 LSM yang konsen pada isu lingkungan dan masyarakat adat. Koalisi ini menggelar paparan hasil penelitiannya pada Rabu (10/2) secara daring.
Nikolas Jemris dari Gerakan Masyarakat Papua Lestari (Gemapala) menyebut, deforestasi di Papua berdampak buruk bagi masyarakat adat. Hutan sagu yang menjadi salah satu sasaran, menjadikan masyarakat adat kehilangan sumber pangan di hutan.
“Padahal sagu itu makanan pokok masyarakat kita, itu lah lumbung pangan mereka, dan itu sangat besar sekali penebangannya. Sampai-sampai waktu kami ke Sorong, masyarakat setempat sampaikan bahwa kalau burung terbang itu bisa-bisa dia jatuh, tidak kuat, karena tidak ada lagi pohon yang berdiri, saking luasnya,” kata Nikolas.(.)
Yuli