Meredam Inflasi dan Menjaga Momentum Pemulihan Ekonomi
Bank Indonesia (BI) terus memperkuat kebijakan stabilisasi nilai tukar rupiah guna mengendalikan inflasi barang impor (imported inflation).
Jakarta, Bank Indonesia (BI) baru saja menaikkan BI 7-Day Reverse Repo Rate (BI7DRR) sebesar 25 bps menjadi 5,50 persen dalam Rapat Dewan Gubernur (RDG), Kamis (22/12/2022).
Menurut Gubernur BI, Perry Warjiyo, penaikan suku bunga acuan merupakan salah satu upaya BI meredam inflasi yang masih berisiko naik. “Keputusan ini sebagai langkah lanjutan untuk secara front loaded, pre-emptive, dan forward looking memastikan terus berlanjutnya penurunan ekspektasi inflasi dan agar inflasi inti tetap terjaga pada kisaran 3,0 persen plus-minus 1 persen,” ujar dia.
BI terus memperkuat kebijakan stabilisasi nilai tukar rupiah guna mengendalikan inflasi barang impor di samping untuk memitigasi dampak rambatan dari masih kuatnya dolar AS dan masih tingginya ketidakpastian pasar keuangan global.
“Selain menaikkan BI7DRR sebesar 25 bps menjadi 5,50 persen, BI menaikkan suku bunga deposit facility dan suku bunga lending facility masing-masing sebesar 25 bps menjadi 4,75 persen dan 6,25 persen,” papar dia.
Menurut data, dengan kenaikan BI7DRR dalam RDG (Kamis, 22/12/2022), berarti bank sentral itu tahun ini telah lima kali menaikkan suku bunga acuan dari 3,50 persen menjadi 5,50 persen atau sebesar 200 bps.
Langkah BI menaikkan bunga acuan tak seagresif Bank Sentral AS, The Fed, yang tahun ini telah tujuh kali menaikkan Fed funds rate (FFR) ke kisaran 4,25-4,5 persen.
The Fed menaikkan FFR masing-masing pada Maret (25 bps menjadi 0,25-0,50 persen), Mei (50 bps menjadi 0,75 persen), disusul pada Juni, Juli, September, dan November masing-masing sebesar 75 bps, serta pada 14 Desember (50 bps). Alhasil, FFR yang sebelumnya berada di level 0-0,25 persen, kini bertengger di posisi 4,25-4,50 persen.
Dari kebijakan moneter itu, bagaimana potret kondisi moneter tahun depan? Perry pun menegaskan, arah kebijakan moneter tahun depan tetap difokuskan untuk menjaga stabilitas (pro-stability).
Sedangkan kebijakan makroprudensial, digitalisasi sistem pembayaran, pendalaman pasar uang, dan program ekonomi serta keuangan inklusif dan hijau terus diarahkan untuk mendorong pertumbuhan (pro-growth).
Dia menambahkan, untuk memperkuat respons bauran kebijakan dalam rangka menjaga stabilitas dan momentum pemulihan ekonomi nasional, BI menempuh sembilan kebijakan. Apa saja sembilan kebijakan itu?
Pertama, memperkuat operasi moneter melalui kenaikan struktur suku bunga di pasar uang. Kedua, memperkuat stabilisasi nilai tukar rupiah sebagai bagian pengendalian inflasi. Ketiga, melanjutkan penjualan/pembelian surat berharga negara (SBN) di pasar sekunder untuk memperkuat transmisi kenaikan BI7DRR dalam meningkatkan daya tarik imbal hasil SBN.
Keempat, menerbitkan instrumen operasi moneter valas yang baru untuk mendorong penempatan devisa hasil ekspor (DHE), khususnya ekspor SDA di dalam negeri untuk memperkuat stabilitas nilai tukar rupiah dan pemulihan ekonomi khususnya valas.
Kelima, memperkuat kebijakan makroprudensial yang akomodatif inklusif dan berkelanjutan untuk mendorong pertumbuhan kredit/pembiayaan perbankan, khususnya kepada sektor prioritas yang belum pulih, KUR, dan kredit pembiayaan hijau dalam rangka mendukung pemulihan perekonomian.
Keenam, melanjutkan kebijakan transparansi suku bunga dasar kredit (SBDK) dengan fokus pada respons suku bunga perbankan terhadap suku bunga kebijakan. Ketujuh, memperkuat kebijakan sistem pembayaran untuk meningkatkan efisiensi dalam rangka menjaga momentum pemulihan ekonomi. Kedelapan, menempuh langkah strategis untuk memastikan kelancaran sistem pembayaran nasional mengantisipasi Natal dan tahun baru.
Kesembilan, memperkuat kerja sama internasional dengan bank sentral dan otoritas negara mitra lainnya, serta fasilitasi penyelenggaraan promosi investasi dan perdagangan di sektor prioritas bekerja sama dengan instansi terkait.
Selain itu, Bank Indonesia juga berkoordinasi dengan kementerian/lembaga terkait untuk menyukseskan Keketuaan ASEAN 2023 khususnya melalui jalur keuangan. Dari kebijakan Bank Indonesia yang baru saja dirilis, ada sisi menarik dari sembilan pendekatan bank sentral itu. Yakni, sebagai bentuk upaya memperkuat respons bauran kebijakan dalam rangka menjaga stabilitas dan momentum pemulihan ekonomi nasional.
Insentif ke Eksportir
Respons bauran itu, yakni di poin keempat. Menurut Perry Warjiyo, dalam rangka mengamankan dan memberikan insentif yang menarik bagi eksportir, terutama devisa hasil ekspor (DHE).
Perry Warjiyo menjelaskan, BI mengeluarkan instrumen operasi moneter (OM) valas yang baru untuk memikat eksportir menyimpan DHE sumber daya alam (SDA) oleh bank dan eksportir di dalam negeri. Perry mengungkapkan, komitmen untuk menarik DHE SDA ke dalam negeri sejalan dengan arahan Presiden Jokowi beberapa waktu lalu agar BI membuat kebijakan yang dapat menahan DHE lebih lama.
Tujuannya, untuk mendukung ketahanan eksternal Indonesia. “Kami meyakini itu akan semakin meningkatkan pasokan valas di dalam negeri serta mendukung stabilitas ekonomi makro dan pemulihan ekonomi nasional. Selain itu, likuiditas perbankan akan bertambah baik. Rupiah juga akan semakin stabil,” ujarnya.
Melalui instrumen OM valas, tambah Perry Warjiyo, BI akan memberikan imbal hasil yang kompetitif berdasarkan mekanisme pasar yang transparan, disertai pemberian insentif kepada bank. Perlu diketahui, saat ini masih banyak eksportir yang lebih suka menyimpan DHE dalam bentuk dolar AS di perbankan luar negeri, karena mereka mendapatkan imbal hasil yang sangat menarik.
“Simpan DHE SDA ekspor di perbankan. Perbankan bisa kemudian pass on atau teruskan ke BI dengan mekanisme pasar dan suku bunga imbal hasil yang menarik. Dengan demikian, DHE SDA dapat lebih lama bertahan di perbankan dalam negeri 1, 3 bulan,” harapnya.
Kelak, kata dia, BI akan turut menawarkan pemanis ini kepada seluruh perbankan dan eksportir terkait. “Sebab, imbal hasil yang akan diperoleh oleh perbankan di pass on dengan term deposit valas akan cukup menarik,” ujarnya.
Perry mengakui, selama ini DHE SDA sudah masuk ke perbankan dalam negeri. Namun, ia enggan menjelaskan jumlahnya. Dia hanya mengatakan, melalui instrumen tersebut, DHE yang masuk diharapkan dapat bertahan lebih lama, karena BI memberikan imbal hasil yang menarik dan kompetitif dibandingkan yang diterima eksportir di luar negeri.
“Misalnya, untuk tenor 1 bulan, rata-rata suku bunga di luar negeri 3,7 persen. Supaya menarik, daripada investor menyimpan di luar negeri, simpan saja di Indonesia karena tetap mendapatkan (imbal hasil) 3,7 persen,” ujarnya.
Perry Warjiyo menjelaskan, dalam mekanismenya nanti, BI akan melakukan lelang dengan menawarkan TDV (term deposit valas). Pemenang lelang akan mendapatkan sekitar 3,75- 4,0 persen.
Namun, suku bunga ini tergantung penawaran (bidding) perbankan, sehingga bank bisa mendapatkan selisih (spread) dari nasabah. “Dari BI tergantung pemenang lelangnya 3,75-4 persen yang akan mendapatkan spread. Instrumen baru TDV ini akan transparan, kompetitif, serta akan terbuka bagi seluruh bank dan para eksportir,” tambah Perry Warjiyo.
Penulis: Firman Hidranto
Redaktur: Ratna Nuraini/Elvira Inda Sari