Linda Luvitha: Tak Ada Angkot di Desa Kami, Pelajar di Pelosok Kota Seribu Angkot
OPINI-JurnalCakrawala.com.
Linda Luvitha Dewi semester 6 Kampus Institut Agama Islam Sahid (INAIS) Bogor.
Boleh kami rakyat kecil ini mengeluh tentang kondisi kami yang hidup di pedesaan. Bogor adalah kota hujan, disaat musim hujan kami tetap sebagai seorang pelajar yang harus tetap berjuang menuju sekolah.
Sangat kesulitan untuk berangkat sekolah, kenapa?, katanya Bogor juga kota seribu angkot tapi kenyataannya di desa kami tidak ada angkot.
Mirisnya kami bukan sekali dua kali datang ke sekolah, baju kami basah kuyup karena kehujanan, karena jarak tempuh dari rumah ke sekolah pun jauh, walaupun menggunakan jas hujan tetap saja basah.
Belum lagi teman-teman kami yang satu sekolah, bahkan yang beda sekolah yang tidak mempunyai kendaraan harus jalan kaki dengan jarak yang sangat jauh dari rumah ke sekolah berkilo-kilo meter, coba pikirkan kesana belum lagi jika musim hujan.
Sampai kapan kami akan seperti ini?. Bukankah Indonesia kita tercinta ini butuh orang-orang cerdas dan pintar, tapi disaat kami akan pergi kesekolah untuk belajarpun penuh perjuangan.
Miris sekali kami yang hidup dipelosokan ini (Desa Kiarasari, Keca. Sukajaya-red), adakah yang sadar dan perduli tentang kami?.
Wahai para Pemangku kebijakan coba pikirkan kami yang ada di pedesaan ini yang sangat membutuhkan fasilitas yang baik.
Karena kami pun punya cita-cita yang harus kami capai, tapi bagaimna kami hendak mencapainya jika menuju sekolah untuk belajar pun kami sangat kesulitan.
Membangun infrastruktur (jalan raya) memang penting, tapi bagaimna yang tidak punya kendaraan, ya kami harus tetap semangat berjalan menuju sekolah?.
Kami tak butuh jalan raya yang bagus tapi kami butuh jalan kehidupan yang lebih baik. Perdulikan, kami yang di pedesaan ini kami butuh fasilitas menuju ke sekolah.
——————————————–
Menurut Bendahara Umum Forum Mahasiswa Bogor (FMB) Linda Luvitha Dewi menjelaskan, “saya sedih saat membuka akun sosial media saya, dengan postingan siswi SMK Insan Madani Sukajaya yang menceritakan keluh kesahnya untuk menempuh bangku sekolah demi mengejar cita-cita.
Bukan karena tidak mampu untuk biaya administrasi sekolah, melainkan karena perjalanan yang lumayan sulit untuk di jangkau.
Menurutnya, “hal ini sudah saya alami sekitar 6 tahun lalu dan sekarang masih di alami oleh adik-adik yang haus akan ilmu, yang peduli akan negeri Indonesia, dan yang sadar bahwa negeri tercinta kita membutuhkan orang-orang cerdas agar tidak selalu di jajah dan di perbudak oleh negara lain, dan bahkan hari ini bukan negara lain yang menjajah negara kita, melainkan penghuni negara itu sendiri”, tambahnya.
Semoga dengan adanya sebuah surat kecil untuk pemerintah dari si pelajar bernama Nalaratih, pemerintah bisa mendengar dan mengambil tindakan nyata.
NB: Jarak menuju SD dan SMP dari rumah ke sekolah sekitar 2 km, menuju ke SLTA/SMK sekitar 5-6 km.
(Bogor, Kamis 31 Januari 2019).
(Red/Cawang)