Kisruh Lahan Sirkuit MotoGP Mandalika, Pertahanan Warga Melawan Para Pembangun
Land clearing (pengosongan) kawasan sirkuit MotoGP tahap pertama di areal super prioritas di kawasan Mandalika, NTB, dianggap tuntas.
Satu per satu warga yang masih bertahan harus angkat kaki dari tanah yang mereka klaim milik mereka.
Air mata mereka tumpah di lahan tempat para pembalap kelas dunia itu akan berlaga.
Alat berat mulai berat mengeruk tanah untuk pembangunan lintasan sirkuit.
Saat Kompas.com mendatangi lokasi tersebut, Rabu (16/9/2020), sebagian masyarakat masih kekeh menjaga tanah mereka, terutama yang mengaku memiliki surat dan dokumen resmi.
”Lelah sekali saya. Sejak dulu saya pertahankan tanah saya, kini mereka ambil,” kata Sibah dengan pandangan yang jauh ke lahannya yang dipenuhi truk dan alat berat.
Sibah menepuk dadanya dan mengatakan bahwa dia dan keluarganya ngotot bertahan di tanah itu karena yakin masih merupakan haknya.
Dia menyebut tidak pernah ada proses jual beli yang dilakukan pihak Indonesia Tourism Development Corporation (ITDC).
”Sejak dulu hanya satu yang saya mau, mereka (ITDC) bayar tanah saya. Saya tidak pandai bahasa Indonesia. Saat saya menuntut dan meminta mereka membayar tanah saya, mereka bilang tak ada bayar atas tanah saya karena sudah dijual, tapi saya tidak pernah menjual tanah saya,” ujar Sibah.
”Rp 1.000 pun saya tak pernah rasakan, itulah kenapa saya tetap bertahan meskipun harus berperang dengan para pengusur,” kata Sibah dengan suara bergetar dalam bahasa Sasak.
Sibah mengatakan tidak ada penjelasan apapun yang diberikan ITDC padanya. Dia merasa diperlakukan tidak adil.
Selama tiga hari, 860 personel gabungan TNI-Polri dan Satpol PP Lombok Tengah mengamankan kegiatan land clearing ITDC, pengelola Kawasan Ekonomi Khusus (KEK) Kuta Mandalika.
Kabid Humas Polda NTB Kombes Pol Artanto yang berada di lokasi mengatakan, tahap lertama land clearing dilakukan di tiga titik yang merupakan lokasi prioritas, yaitu lahan Amaq Karim HPL nomor 73, Masrup HPL nomor 76, dan Suhartini HPL nomor 48, dengan total luas 2,5 hektar.
”Semua sudah berhasil kita lakukan. Memang ada upaya menghalangi, tetapi kita berusaha memberi pemahaman agar proses land clearing bisa dilakukan. Seperti di lahan milik Suhartini, mereka mengikhlaskan,” kata Artanto.
ITDC disebut membeli pada orang yang sudah meninggal
Hingga Jumat (17/9/2020) keluarga Masrup masih belum bisa menerima kenyataan tanah mereka diambil begitu saja untuk lintasan sirkuit MotoGP.
Sudirman (40), anak kandung Masrup, merinci hak kepemilikan mereka atas tanah seluas 1,6 hektar itu.
Menurutnya, pemilik pertama tanah itu bernama Gowoh. Karena tak punya keturunan, akhirnya ahli warisnya jatuh ke Seratip alias Amaq Kanip. Setelah dimiliki oleh Seratip, tahun 1973 dibeli oleh Gayib alias Amaq Serut.
”Terbitlah pipil garuda tahun 1973 atas nama Amaq Masrup (putra dari Gayib alias Amaq Serut). Bapak saya Masrup memiliki dokumen pipil garuda atas namanya sendiri, bukan nama orang lain,” kata Sudirman.
Yang menjadi pertanyaan Sudirman dan keluarganya, bagaimana kemudian ITDC tiba-tiba mengaku memperoleh HPL atas lahan itu atas proses jual beli dengan Gowoh tahun 1993, seluas 1,6 hektar, sementara Gowah telah meninggal dunia tahun 1943.
”Ini yang saya herankan, ITDC mengaku membeli dari Gowah. Bagaimana ITDC mengaku membeli tanah dari orang yang sudah meninggal? Bagaimana Gowah hidup lagi dan jual tanah ke ITDC?” Kata Sudirman.
Saat ini mereka masih menetap di lahan seluas 68 are atau 6.800 meter persegi atas nama Reni (alm) saudara perempuan kakeknya (Gayib).
Dari 68 are itu, hanya 39,5 are yang masuk dalam tanah inclave versi ITDC. Itu artinya keluarga Masrup kehilangan sekitar 1,88 hektar lahan yang merupakan peninggalan kakeknya Gayib, tempat mereka menopang hidup selama puluhan tahun.
Adapun Sibah mengatakan, dirinya sama sekali tidak ada niat menghalangi pembangunan sirkuit. Dia dan keluarganya hanya minta tanah itu dibayar.
”Saya tidak tahu apa itu MotoGP, saya juga tidak mau menghalangi, tapi bayar tanah saya,” katanya.
Sibah dan Masrup yang tinggal bersama 20 anggota keluarganya tinggal menunggu waktu angkat kaki dari kawasan itu.
Saat ini mereka masih memilih bertahan, menunggu sisa tanah yang masuk daftar inclave dituntaskan pembayarannya oleh ITDC.
Kandang kambing, sapi, dan kerbau yang dimilikinya dari hasil menanam padi gogo rancah dan tembakau akan dibawa pergi.
Mereka bahkan belum tahu akan dipindahkan kemana jika areal sirkuit sepanjang 4,31 kilometer dan 17 tikungan itu benar-benar harus dikosongkan.
Tanak tolang papuk balok dan perlawanan
Istilah Tanak Tolang Papuk Balok (tanah peninggalan nenek moyang) tampaknya hanya tinggal cerita bagi keluarga ini dan ratusan warga di wilayah Kuta Mandalika yang juga telah kehilangan tanahnya.
Sejak 1998 silam, 1.750 hektar lahan dikuasai LTDC ( Lombok Tourism Development Corporation) sebelum perusahaan pengelola kawasan wisata itu berubah nama menjadi BTDC (Bali Tourism Development Corporation), hingga akhirnya menjadi ITDC.