Jaksa Jaga Desa, Program Kejaksaan Optimalisasi Awasi Dana Desa

Jaksa Jaga Desa, Program Kejaksaan Optimalisasi Awasi Dana Desa

Smallest Font
Largest Font

JAKARTA-JurnalCakrawala.com.

Guna mengoptimalisasikan program 9 Nawacita Presiden Joko Widodo, dalam membangun Indonesia dari pinggiran dengan memperkuat daerah-daerah dan desa dalam kerangka negara kesatuan, Kejaksaan Agung melalui Jaksa Agung Muda Intelijen (Jamintel) dibawah komando Jan S Maringka mengagas program Jaga Negeri dengan implementasi ketengah masyarakat melalui program Jaga Desa.

Jamintel Jan S. Maringka mengatakan program Jaga Desa sebagai bentuk pendampingan kepada kepala desa untuk merealisasikan penggunaan dana desa agar tepat sasaran. Hal ini merujuk dari kerjasama antara Jaksa Agung HM Prasetyo dengan Menteri Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi Eko Putro Sandjojo dan ditindaklajuti oleh Jamintel dengan Sekretaris Jendral Kemendes PDTT pada 15 Maret 2018 silam.

“Jadi Kejaksaan Agung (Kejagung) bekerjasama dengan kementerian dan lembaga pemerintah non kementerian bersinergi mengawal pembangunan desa. Kerjasama itu ditindaklanjuti melalui sebuah program bernama Jaga Desa,” kata Jan S Maringka, kepada wartawan, Jakarta, Jumat (9/8/2019).

Menurut dia, program Jaga Desa yang sudah diluncurkan itu untuk mencegah terjadinya penyalahgunaan wewenang oleh Pemerintah desa dalam penggunaan Dana Desa dan Alokasi Dana Desa (ADD) tersebut.

“Jadi sumber dana desa dari Pemerintah Pusat itu agar tidak disalahgunakan oknum Kepala Desa, karena itu kita kawal, dengan pengawalan dan pendampingan dalam pengelolaan, sehingga penyaluran dan pemanfaatan dana desa itu tepat mutu, tepat waktu dan tepat sasaran,” ungkap Jan S Maringka.

Sementara Direktorat Sosial, Budaya dan Kemasyarakatan yang dikomandani M. Yusuf, selaku Direktur B pada Jamintel menekankan program Jaga Desa yang telah berjalan itu sebagai bentuk edukatif, preventif dan kordinatif dengan mitra kerja.

“Sekarang kita tidak lagi mengejar tingkat kejahatan, dan diupayakan tidak lagi menggunakan pendekatan secara represif, tapi menggunakan cara preventif. Karena itu, pemerintah daerah, maupun perangkat desa, bersinergi untuk membangun negeri,” ucap Yusuf.

Yusuf menjelaskan dalam hal pemberdayaan masyarakat Desa, Kejaksaan terus melakukan konsilidasi dan optimalisasi kerja guna pemulihan publik trust.

“Jadi program jaga desa bagaimana menjadikan Kejaksaan rumah yang nyaman bagi masyarakat dan perangkat desa, itu tujuan program Jaga Desa itu,” ungkapnya.

Dia menjelaskan sumber pendapatan desa bisa saja digelontorkan dari pendapatan asli desa, bagian dari Pajak Daerah dan Retribusi Daerah (PDRD) Kabupaten/Kota paling sedikit 10 persen, kemudian alokasi APBN dari realokasi anggaran pusat berbasis desa 10 persen dari dan di luar dana transfer ke daerah secara bertahap, bantuan Keuangan dari APBD Propinsi, Kabupaten/Kota. Lalu hibah dan sumbangan pihak ke 3, serta lain-lain pendapatan yang sah.

“Sumber lainnya ADD paling sedikit 10 persen dari dana perimbangan yang diterima kabupaten/kota dikurangi Dana Alokasi Khusus. Disini pemerintah dapat menunda dan/atau mengurangi dana perimbangan jika Kabupaten/Kota tidak mengalokasikan ADD tersebut,” ujar dia.

Adapun kata Yusuf, potensi penyimpangan pengelolaan dana desa cenderung atas ketidakpahaman kepala desa, misalnya kesalahan bisa terjadi karena kelemahan dalam administrasi keuangan, atau kesalahan perencanaan, penyusunan laporan, spesifikasi pekerjaan dan kesalahan estimasi biaya.

“Disisi lain ada juga murni kesalahan oknum dari kepala desa itu sendiri, misalnya sengaja seperti duplikasi anggaran, penggunaan dana tidak sesuai peruntukan, meminjam dana desa untuk kepentingan pribadi namun tidak dikembalikan, adanya pungutan atau pemotongan dana desa oleh oknum pejabat kecamatan atau kabupaten,” ujarnya.

Ironisnya lagi ucap Yusuf penyimpangan itu adanya oknum Kepala Desa atau jajarannya membuat perjalanan dinas fiktif, pengelembungan atau mark up pembayaran honorarium perangkat desa, pengelembungan pembayaran alat tulis kantor dan membuat kegiatan atau proyek fiktif.

“Potensi penyelewengan lainnya misalnya proyek pembangunan, bisa saja terjadi oknum Kepala Desa bermain atau kongkalingkong dalam hal pembelian material bahan bangunan, sudah itu kerjasama dengan pekerja untuk mengurangi volume pekerjaan,” tandas mantan wakil Kepala Kejati Kalimantan Timur itu. (Red/edw-iwo)

Editors Team
Daisy Floren
Daisy Floren
adminjc Author

Rekomendasi

Postingan dibawah ini milik Platform Advertnative, jurnalcakrawala.com tidak terkait dengan pembuatan konten ini.