Hati-hati Anak Berisiko Pneumonia, Dekat Ortu & Pengasuh Suka Yang Suka Merokok
Anak-anak batuk di masa Corona seperti ini, jadi lebih menakutkan ketimbang dulu sebelum pandemi COVID-19. Seperti yang kita tahu ya, Bunda, kalau batuk menjadi salah satu gejala pneumonia pada anak-anak.
Di seluruh dunia, batuk bisa menjadi alasan yang paling umum untuk berobat ke dokter. Diagnosis dari batuk itu sendiri sangat luas, tidak terbatas pada infeksi saluran pernapasan atas, asma, alergi, refluks gastroesofagus, infeksi saluran pernapasan bagian bawah seperti pneumonia. Dan sekarang, tentu saja, Covid-19.
Dikutip Healthy Children, pneumonia itu berarti infeksi paru-paru. Pada generasi sebelumnya, infeksi semacam itu sangat berbahaya, tapi saat ini kebanyakan anak-anak dapat pulih dengan mudah apabila mendapat perhatian medis yang tepat.
Karen Gill, MD, yang berprofesi sebagai pediatri mengatakan, salah satu jenis pneumonia yang paling umum adalah pneumonia berjalan (walking pneumonia). Ini merupakan bentuk pneumonia yang sangat ringan yang terlihat pada anak-anak dan orang dewasa.
Pneumonia berjalan sering kali disebabkan oleh infeksi bakteri Mycoplasma pneumoniae. Infeksi M. pneumoniae lebih jarang terjadi pada anak di bawah 4 tahun.
Banyak kasus pneumonia berjalan disebabkan oleh virus pernapasan, seperti virus pernapasan syncytial, meskipun tes untuk virus seringkali tidak diperlukan.
Sebuah penelitian menunjukkan bahwa pneumonia yang disebabkan oleh infeksi M. pneumoniae cenderung terjadi dalam siklus tiga sampai empat tahun.
Risiko ini meningkat apabila Ayah atau Bunda merokok di rumah. Atau, memiliki pengasuh yang merokok di sekitar anak. Enggak hanya itu saja, Bunda, ruang yang sangat padat atau rumah dengan polusi udara yang signifikan, juga dapat menyebabkan infeksi paru-paru.
”Inilah sebabnya mengapa Anda mungkin melihat lebih banyak kasus pneumonia di musim gugur dan musim dingin yang lebih dingin, ketika orang menghabiskan lebih banyak waktu di dalam ruangan,” kata Gill dikutip Health Line.
Gill juga bilang, anak-anak yang memiliki kondisi kesehatan lain atau sistem kekebalan yang lemah juga berisiko terkena pneumonia.
Gejala pneumonia berjalan seringkali mirip dengan gejala flu biasa. Anak-anak cenderung lebih tangguh daripada orang dewasa, dan anak-anak mungkin tidak seperti sakit.
Seorang anak dengan pneumonia berjalan biasanya makan dan tidurnya normal, dan memiliki kebiasaan buang air besar yang normal. Sehingga di awal penyakitnya tidak terdeteksi. Namun, Bunda bisa mengenalinya lebih awal dengan mencermati beberapa gejala utama pneumonia berjalan seperti berikut ini:
1.Batuk berlangsung lebih dari tujuh hari
2.Demam ringan
3.Sakit kepala
4.menggigil atau nyeri tubuh
5.Penurunan nafsu makan pada anak yang lebih besar
6.Nyeri dada atau tulang rusuk
7.Perasaan malaise atau ketidaknyamanan
8.Kesulitan bernapas dalam kasus yang parah
9.Mengi, yang lebih sering terjadi pada infeksi virus yang parah
Seringkali sulit untuk mengetahui apakah pneumonia disebabkan oleh virus atau oleh bakteri, dokter anak mungkin akan meresepkan antibiotik. Semua antibiotik harus dikonsumsi sesuai resep dan dosis khusus yang dianjurkan.
Bunda mungkin ingin menghentikannya obat itu lebih cepat, tetapi jangan melakukannya. Anak akan merasa lebih baik setelah beberapa hari, tetapi beberapa bakteri mungkin tetap ada dan infeksi mungkin kembali kecuali seluruh proses selesai.
Sebelumnya, dr.Meta Hanindita, Sp.A, dari RSUD Dr. Soetomo Surabaya, juga mengatakan virus dan bakteri penyebab pneumonia sangat menular.
Pengobatan pneumonia, kata Meta, tergantung dari penyebabnya. Jika disebabkan bakteri, dokter akan memberi antibiotik. Namun, jika disebabkan virus, biasanya dapat sembuh sendiri.
Sementara itu, Amy Sarah Ginsburg, dokter dan ahli epidemiologi yang berbasis di Seattle, mengatakan batuk merupakan komponen kunci dalam mendiagnosis pneumonia pada anak-anak. Apabila seorang anak batuk atau mengalami kesulitan bernapas, pedoman Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) menyarankan untuk menghitung napas anak. Jika angkanya di atas batas usia yang ditentukan, anak tersebut harus didiagnosis dengan pneumonia.
Sayangnya, kata Ginsburg menghitung laju pernapasan itu sulit dilakukan dan mungkin tak ada yang melakukannya. Bahkan ia dan beberapa kolega menuliskan dalam American Journal of Respiratory and Critical Care Medicine bahwa menghitung laju pernapasan sangat tidak akurat.
Menurutnya, pengukuran tunggal laju pernapasan tidak mungkin mendiagnosis pneumonia dengan jelas. Ada banyak alasan mengapa seorang anak bernapas lebih cepat dari biasanya yang tidak ada hubungannya dengan pneumonia, termasuk infeksi lain, aktivitas, kecemasan, stres, dan masih banyak lagi.
”Bahkan anak-anak yang sehat saja bisa memenuhi ambang batas pernapasan yang ditentukan Organisasi Kesehatan Dunia sebagai pneumonia,” ujar Ginsburg dikutip dari Statnews.