Dosen Ilmu Komunikasi, Sholihul Abidin: Media Cetak it’s Over

Dosen Ilmu Komunikasi, Sholihul Abidin: Media Cetak it’s Over

Smallest Font
Largest Font

OPINI-JurnalCakrawala.com

MEDIA cetak atau yang banyak kita kenal dengan istilah koran, baik itu harian, mingguan juga majalah dan tabloid harus menghadapi tantangan berat seiring tren media daring (online) yang makin digandrungi banyak orang. Bagaimana tidak, secara aksebilitas informasi yang disajikan media cetak atau koran harian baru dapat dinikmati pembaca setelah seharian suatu peristiwa terjadi. apalagi yang mingguan dan bulanan. Juga tabloid dan majalah.

Akhir masa keemasan media cetak sebagai sumber informasi utama masyarakat sebenarnya bukan cerita baru. Pada era 1990-an akhir media cetak sudah banyak diperbincangkan oleh para praktisi media juga akademisi.

Munculnya teknologi internet dengan segala perkembangannya yang cukup pesat tentu menjadi alasan utama bagi akhir media cetak. Namun itu bukan alasan satu-satunya. Alasan lain adalah media cetak dianggap kurang ramah terhadap lingkungan karena pemanfaatan kertas.

Pada sisi konten misalnya, media cetak terkenal dengan ulasan beritanya yang panjang dan mendalam. Meski tak jarang media cetak yang notabene “corong penguasa” lebih banyak memuat iklan pariwara ketimbang berita yang memiliki nilai mutu. Belum lagi media cetak yang laris diminati pemasang iklan, anda akan menjumpai dari banyak halaman media cetak tersebut berisi gambar-gambar sponsor ketimbang informasi.

Tesis “matinya” media cetak memang bukanlah hal yang baru lagi. Itu sudah melalui kajian matang berbagai pihak dari kalangan ilmuan dan pelaku industri media cetak sendiri. Beban produksi yang tinggi serta keterbatasan sebarannya menjadi masalah yang tak terjawab.

Ditambah lagi kemunculan teknologi baru Internet. Ini semakin memaksa pengusaha-pengusaha media cetak bahkan juga televisi dan radio sesegera mungkin melakukan metamorforsis jika tidak ingin medianya gulung tikar.

Teknologi internet dengan berbagai pemanfaatannya mendapat sambutan luar biasa dari berbagai kalangan masyarakat diseluruh antero jagad. Dunia yang begitu luas dan jauh tak terjangkau oleh pandangan mata tiba-tiba menyempit selebar telapak tangan dan berada dalam genggaman.

Kembali pada soal isi berita, antara media daring (online) dengan media cetak tentu memiliki karakter yang berbeda. Meskipun sebenarnya tak jarang media daring yang memiliki ulasan panjang dan mendalam.

Jika anda pernah membaca nationalgeographic.co.id, tirto.id, the gecko project, dan lain-lain, masyarakat yang minat bacanya rendah mungkin akan dibuat muntah dengan ulasan-ulasan beritanya yang panjang. Juga hard news atau berita berat yang selalu menjadi ciri khas pemberitaannya.

Lantas, orang tentu tidak memungkiri jika kemunculan sosial media di internet menambah banyak “gangguan” dalam arus penerimaan informasi bagi masyarakat. Media massa yang notabene memiliki prinsip jurnalistik sebagai satu-satunya ilmu yang mengkaji soal penyampaian informasi dan bertugas memberikan pengkabaran kepada masyarakat luas tak mungkin berpindah pada sosial media yang tidak dapat dipertanggungjawabkan kredibilitas informasinya.

Masyarakat yang cerdas akan memilih informasi melalui sumber yang dapat dipercaya. Yaitu media massa. Baik itu cetak, elektronik juga media daring. Karena merekalah yang tugas dan fungsinya berdasar pada ilmu serta memiliki kode etik dalam penyampaian informasi.

Jika media memang memiliki tugas pengkabaran, maka kepercayaan adalah sepenuhnya menjadi milik publik. Sehingga tidak perlu bagi sebuah media apalagi individu yang ada di dalam media mengalami kegundahan untuk meyakinkan publik bahwa media miliknya atau jenis media yang dikelolanyalah yang paling paripurna dalam hal pemberitaan.

Bagus dan buruknya berita, berimbang atau berpihaknya berita, lengkap atau tidaknya sebuah informasi adalah masalah kelebihan dan kekurangan saja. Karena tentu akan dikembalikan pada yang paling berhak memberi nilai.

Ada yang bilang bahwa Dinosaurus adalah hewan purba. Yang pada hari ini keberadaannya hanya menjadi sebuah cerita. Mungkin suatu saat media cetak juga demikian. Keberadaanya hanyalah sebuah cerita yang pernah menjadi bagian dari dunia pengkabaran. (Red/Penulis : Sholihul Abidin, S.Sos.I.,M.I.Kom
Dosen Ilmu Komunikasi Universitas Putera Batam)

Editors Team
Daisy Floren
Daisy Floren
adminjc Author