ads
Analisis Pengamat Ari Sumarto Taslim Terkait Sukabumi yang Sedang Terkena Musibah Bencana

Analisis Pengamat Ari Sumarto Taslim Terkait Sukabumi yang Sedang Terkena Musibah Bencana

Smallest Font
Largest Font

SUKABUMI – Analisis Pengamat Ari Sumarto Taslim dalam dua hari terakhir, bencana hidrometeorologi mengguncang Kabupaten Sukabumi. Hujan deras yang tak henti-henti pada Selasa (3/12) dan Rabu (4/12) memicu 33 titik bencana di 22 kecamatan, mengakibatkan ratusan jiwa terdampak dan menelan korban jiwa akibat longsor. Tragedi ini menyoroti kebutuhan mendesak akan perubahan pola pikir dan perilaku masyarakat dalam menghadapi ancaman bencana alam.  

Pengamat sosial dan lingkungan, Ari Sumarto Taslim, menyatakan bahwa bencana seperti ini bukan semata-mata persoalan alam, tetapi juga mencerminkan kurangnya kesadaran dan kesiapan manusia. "Bencana seringkali diperburuk oleh keputusan dan perilaku kita sendiri. Longsor dan banjir tidak hanya soal hujan deras, tetapi juga karena tata kelola lingkungan yang buruk," jelasnya.  

Ari menekankan pentingnya memahami hubungan antara aktivitas manusia, seperti penggundulan hutan dan alih fungsi lahan, dengan risiko bencana. Ia menyebutkan bahwa degradasi lingkungan adalah bom waktu yang memperbesar dampak bencana, khususnya di daerah rawan seperti Sukabumi.  

Selain masalah lingkungan, perilaku masyarakat di jalan juga menjadi perhatian utama. Ari menyoroti maraknya pengendara yang memaksakan diri melintasi banjir, meskipun risikonya sangat besar.  

"Ini bukan hanya soal kerusakan kendaraan, tetapi juga keselamatan jiwa. Pengendara yang nekat bisa memperparah situasi di lokasi bencana dan menghambat proses evakuasi," ujarnya. Ia menyarankan agar pemerintah memasang rambu-rambu di titik rawan dan meningkatkan edukasi bagi masyarakat tentang risiko menerjang banjir.  

Ari Sumarto Taslim: Langkah Mitigasi Mengubah Fokus dari Reaktif ke Preventif

Menurut Ari, respons pemerintah Kabupaten Sukabumi melalui penetapan status tanggap darurat adalah langkah awal yang baik, tetapi belum cukup untuk mencegah bencana di masa depan.  

"Kesadaran masyarakat adalah kunci utama. Tanpa perubahan perilaku, strategi mitigasi sebesar apa pun tidak akan efektif," tambahnya.  

Data dari BPBD Sukabumi menunjukkan bahwa bencana ini telah berdampak pada 243 jiwa, dengan 93 orang mengungsi. Kerugian material mencapai Rp695 juta, termasuk kerusakan pada 40 rumah dan enam fasilitas umum.  

Namun, angka-angka ini seharusnya tidak hanya menjadi laporan statistik, melainkan pemicu aksi nyata untuk mencegah kejadian serupa di masa depan. Ari menyebutkan bahwa langkah kecil, seperti membuang sampah pada tempatnya dan menjaga vegetasi di lahan pribadi, dapat memberikan dampak besar jika dilakukan secara kolektif.  

Menurutnya bencana hidrometeorologi ini juga menjadi pengingat akan pentingnya solidaritas. “Kerja sama antara pemerintah, masyarakat, dan lembaga non-pemerintah sangat krusial. Edukasi dan aksi nyata harus berjalan beriringan untuk menciptakan masyarakat yang lebih tangguh menghadapi bencana,” pungkas Ari.  

Tragedi di Sukabumi ini mengingatkan kita bahwa kesiapan menghadapi bencana tidak hanya bergantung pada pemerintah, tetapi juga pada setiap individu. Dengan langkah kecil dan perubahan pola pikir, ancaman bencana bisa diminimalkan, dan dampaknya tidak lagi menjadi luka yang mendalam bagi masyarakat.*

Editors Team
Daisy Floren
Daisy Floren
Admin Author

Rekomendasi

Postingan dibawah ini milik Platform Advertnative, jurnalcakrawala.com tidak terkait dengan pembuatan konten ini.
ads
ads